Ayat Bacaan : Ayub 7:1-21
Oleh sebab itu aku pun tidak akan menahan mulutku, aku
akan berbicara dalam kesesakan jiwaku, mengeluh dalam kepedihan hatiku.
(Ayub
7:11)
Setiap kali Pendeta selesai berkhotbah, ada yang selalu menambahkan hal yang dianggapnya kurang atau tidak tepat.
Mula-mula dia bisa menerima. Namun, setelah 2 tahun dikritik terus, ia pun
marah. “Apa maksudmu selalu mengkritik khotbahku?” tanya si Pendeta. Dia kaget. Ia
berkata, “Maaf, Pak Pendeta, saya tak bermaksud apa-apa. Saya orang Yahudi. Kami
biasa memperdebatkan Alkitab. Setiap kali saya berharap Bapak menyanggah
kritikan saya, supaya terjadi dialog yang menarik. Dari situ kita bisa makin
akrab!”
Sejak dulu, orang Yahudi biasa berdialog terbuka kepada Tuhan maupun sesama. Saat berdoa, mereka berani membahas segala topik, termasuk yang tidak menyenangkan: kekecewaan, keluh-kesah bahkan kemarahan. Ini tampak dari syair-syair Mazmur, Ratapan, juga dari doa Ayub. Ia mengeluh karena hari-hari hidupnya terasa hampa dan sia-sia (ayat 1-7). Ia ingin segera mati (ayat 8-10). Ia menuduh Tuhan memberinya mimpi buruk waktu tidur (ayat 12-15). Ia kecewa Tuhan membuatnya menderita, padahal ia hidup baik-baik (ayat 20-21). Tidak semua perkataan Ayub benar. Belakangan Tuhan menegur kata-katanya yang “tidak berpengetahuan” (Ayub 38:2). Namun, keluh kesahnya didengar! Dengan jujur mencurahkan isi hati, Ayub dapat menghadapi kekecewaan dengan cara sehat. Ia tidak membenci Tuhan atau melukai diri sendiri.
Apakah anda kecewa terhadap Tuhan, gereja, atau sesama? Daripada bersungut-sungut di depan orang, lebih baik curahkan isi hati anda kepada-Nya. Bapa di surga tahu kegundahan hati anda. Dia akan menghibur sekaligus menegur cara pandang anda yang keliru. Damai pun akan kembali hadir di hati.
Sejak dulu, orang Yahudi biasa berdialog terbuka kepada Tuhan maupun sesama. Saat berdoa, mereka berani membahas segala topik, termasuk yang tidak menyenangkan: kekecewaan, keluh-kesah bahkan kemarahan. Ini tampak dari syair-syair Mazmur, Ratapan, juga dari doa Ayub. Ia mengeluh karena hari-hari hidupnya terasa hampa dan sia-sia (ayat 1-7). Ia ingin segera mati (ayat 8-10). Ia menuduh Tuhan memberinya mimpi buruk waktu tidur (ayat 12-15). Ia kecewa Tuhan membuatnya menderita, padahal ia hidup baik-baik (ayat 20-21). Tidak semua perkataan Ayub benar. Belakangan Tuhan menegur kata-katanya yang “tidak berpengetahuan” (Ayub 38:2). Namun, keluh kesahnya didengar! Dengan jujur mencurahkan isi hati, Ayub dapat menghadapi kekecewaan dengan cara sehat. Ia tidak membenci Tuhan atau melukai diri sendiri.
Apakah anda kecewa terhadap Tuhan, gereja, atau sesama? Daripada bersungut-sungut di depan orang, lebih baik curahkan isi hati anda kepada-Nya. Bapa di surga tahu kegundahan hati anda. Dia akan menghibur sekaligus menegur cara pandang anda yang keliru. Damai pun akan kembali hadir di hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar